4 Agustus 2012
PEMUDA: JADILAH MAHKOTA INDAH SESUAI HARAPAN!
(Hari
Pemuda GKE - Minggu, 5 Agustus 2012)
Bacaan Nast Alkitab : Titus 2:1-10
“Demikianlah juga orang-orang muda;
nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal dan jadikanlah
dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. (Titus 2 : 6-7a)”
“Pemuda”, katanya harapan masa depan, harapan orang tua, harapan
bangsa, juga harapan gereja! Bagaimana supaya para pemuda kita benar-benar
dapat menjadi harapan? Oh, saudara, tentu tidak terjadi begitu saja! Tentu
melewati proses juga. Proses itu tentu malah sejak ia dari kandungan, masa
bayi, remaja, bahkan hingga menjadi pemuda, untuk selanjutnya benar-benar dapat
menjadi harapan masa depan. Itu artinya, tentu saja di mulai dari lingkungan
rumah dimana ia dilahirkan. Bahkan sesuai pertumbuhannya, lingkungan gereja,
sekolah dan lingkungan masyarakat sekitarnya tentu juga sangat berpengaruh
dalam pembentukan karakter mereka. Bahkan tidak main-main, kemajuan teknologi
memberikan andil besar dalam mewarnai kehidupan
mereka!.
“Pemuda”......
memang harapan kita semua. Tapi sudahkah mereka benar-benar telah dipersiapkan
menjadi harapana, lakyaknya menjadi sebuah mahkota yang indah? Oh... itu memang
tidak mudah. Tidak cukup hanya melalui ribuat kata-kata nasihat semata. Atau
hanya sekedar anjuran supaya rajin sekolah minggu, atau rajin kebaktian pemuda
semata! Tidak cukup dengan itu. Tetapi secara menyeluruh. Baik oleh orang
tuanya, lingkungan gereja, masyarakat, dan tempat sekolahnya juga. Oleh semua
pihak tentu saja. Baik secara langsung!Tidak kurang, banyak juga para orang tua
telah mendidik anak-anak mereka sedemikian rupa, dengan harapan supaya
anak-anak mereka menjadi orang baik-baik kelak? Tapi kenapa anak mereka tetap
nakal, bebal, seperti tidak pernah di ajar? Nah, inilah masalahnya. Karena
mereka bukan benda mati. Tapi juga punya mata dan telinga, juga punya hati,
bahkan punya keinginan untuk menjadi seperti orang juga. Orang yang dianggapnya
sebagai panutan, tentu saja. Maklum, mereka juga sedang mencari identitas diri.
Hanya apakah idenditas diri itu telah mereka dapatkan secara tepat dari
orang-orang atau lingkungan? Benarkah dalam lingkungan keluarga sendiri kita
sudah memberikan semacam panutan identitas diri buat mereka? Atau hanya sekedar
anjuran supaya rajin sekolah minggu, kebaktian pemuda saja buat mereka?
Sementara kita sebagai orang tua sendiri malas sembahyang? Makan saja tanpa
berdoa, bagaimana doa sebagai nafas kehidupan dapat kita teladankan?
Kita
memang tidak menyangsikan maksud baik orang tua bagi anak-anaknya. Hanya sadar
atau tidak, strateginya mungkin yang salah! Dapat saudara bayangkan bila ada
anak berusia dua tahun sudah bisa membedakan, mana uang seribu, duapuluhan, dan
limapuluhan ribu! Yang limapuluhan ribu dipilihnya, sambil ia perlihatkan
kepada ibunya, bahwa uang itu untuk ke mall katanya. Astaga! Kenapa sampai bisa
terjadi begitu? Apalagi kalau bukan bahwa ia sering dibawa ke mall dan uang
sejenis itu yang sering ia lihat ketika ia dibawa oleh ibunya ke mall?! Lalu
yang untuk persembahan? Mungkin tidak sempat dikasih tahu, atau memang orang
tuannya sendiri jarang ke gereja. Atau ke gereja juga tapi hanya kebiasaan saja
tanpa penghayatan, dan ketika persembahan..... Hehehehe...... (maaf)! Tahulah
sendiri apa kira-kira jawabannya!
Tidak
kurang waktu liburan? Si anak berkata kepada orang tua: “Pah/mah, aku pengin
liburan ke anu...., minta uang jajannya.” Oh, maka segera orang tua
mengusahakannya. Tidak kurang untuk urusan sekolahnya, urusan kecerdasan
otaknya, orang tua habis-habisan mengusahakannya, jual ladang, atau ngutang ,
atau kredit dimana saja, demi anaknya. Oh, itu baik saja! Tapi kalau urusan rohaninya?
Urusan moralitas, etika, atau daya tahan iman? Apa yang sudah dilakukan? Berapa
biaya yang berani dikeluarkan? Karenanya tidak heran bila di masa sekarang ini,
banyak generasi mudah kita hanya cerdas otaknya, tapi merosot moralitasnya.
tidak kurang di sekolah-sekolah, bahkan dijejali tambahan berbagai les pada
sore hari juga, untu ktidak kurang dalam persekutuan gereja! Terkesan jalan
sendiri-sendiri. Majelis dan jemaat jalan sendiri. Pemuda jalan sendiri, atur
sendiri! Apa yang terjadi dalam rapat-rapat gereja kita? Oh, lebih banyak sibuk
program ini program itu. Lalu program untuk pemuda? Paling-paling disediakan
alat band, seolah selesailah sudah masalah! Silahkan pemuda latihan sendiri.
Itu pun kalau ada anggarannya tersedia. Jika tidak, itu ditunda saja.
Lalu
ketika mereka ibadah sini, ibadah sana, ke berbagai gereja? (syukur kalau
pemuda ingat ingat gereja). Akh, paling-paling kita katakan pendeta atau
majelis nda becus membina. Atau kalau mereka terlibat berbagai kenakalan
remaja, ngebut di jalan, kumpul kebo, mabuk-mabukan di jalan, atau terjerumus
dalam obat-obatan dan berbagai kejahatan? Oh tidak kurang (maaf!), para
pendeta, majelis, aparat keamanan, para pejabat terkait dengan mudah saja
mengatakan, itu kelalaian orang tua, yang seharusnya membina anaknya. Oh, jadi
serba menyalahkan rupanya. Tapi tidak menyelesaikan masalah. Hanya anjuran,
peringatan basa basi layaknya. Tidak ketinggalan para intelektual, menorot dari
berbagai sudut pandang, sudut ini, sudut itu, tapi juga kurang menyengat dalam
andil nyata, bagaimana yang seharusnya bersama-sama kita lakukan. Hanya kritik
saja, banci jadinya! Yang tidak kalah menarik, biasanya kita jadi begitu
antusias memandang berbagai permasalahan generasi muda kita, justru ketika
masalah sudah terjadi. Nasihat ini, nasihat itu. Padahal, tidak kurang juga
kita sebagai orang tua, baik sebagai pemimpin gereja, tokoh masyarakat, artis
terkenal, para penegak hukum, atau para pejabat negeri? Oh, pornografi,
pornoaksi, seolah bukan barang langka lagi! Korupsi para pejabat seolah bukan
sesuatu yang haram lagi! Kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan besar
persentasenya! Tidak kurang (maaf untuk kesekian kalinya!), para penegak hukum
banyak juga yang terlibat baku hantam di tempat remang-remang. Atau para pejabat
terlibat narkoba yang berkeliaran saja? Atau para anggota dewan yang ketiduran
di persidangan? Apakah kita anggap ini hal sepele dan tidak ada hubungaan
keterkaitan sebagai panutan generasi kita? Masalahnya memang tidak gampang.
Tidak cukup hanya lewat doa atau khotbah mimbar gereja saja. Harus oleh semua
kita!Lalu, dari mana kita memulainya? Yang utama tentu saja keluarga atau orang
tua. Jadilah teladan, bukan hanya nasihat, atau larangan sebatan kata-kata.
Yang tua, hiduplah sederhana. Kata “sederhana” dalam nas ini, tidak berarti
orang tua lalu berpakaian compang camping! Tetapi dalam arti tidak hidup
hura-hura, atau terlalu banyak teori yang muluk-muluk tetapi tidak nyata dalam
tindakan. Ya, itu persisnya! Juga hidup terhormat, bijaksana, sehat dalam iman,
dalam kasih dan dalam ketekunan. Ya, harus mulai dari itu (ay.2). demikian pun perempuan-perempuan yang tua, hiduplah sebagai
orang yang beribadah, jangan hanya suka memanjakan anak ke mall saja, jangan
memfitnah, jangan hanya sibuk ngurus kecantikan dan penampilan diri sendiri
saja, atau malah jadi penjudi segala. Jika demikian bagaimana mungkin dapat
membina perempuan muda dengan keteladanan? (ay.3).
Menurut
hemat kita, ada baiknya juga pembinaan gereja harus secara serius, terprogram
dan berkesinambungan. Program yang dimaksud tentu saja bukan sekedar
menyediakan alat band, untuk gedebak-gedebuk, nda karu-karuan. Pembinaan yang
hany bersifat hiburan! Atau hanya sekedar PA yang menambah kelelahan
melanjutkan pelajaran teori yang di sekolahan! Yang dibutuhkan oleh pemuda
tentu saja, semacam pendampingan, tempat curhat sebagai kawan untuk penguatan,
kepercayaan identitas diri ke arah yang lebih kreatif menghadapi tantangan
jaman! Ya, pembentukan kepribadian. Sudahkah itu kita pikirkan atau lakukan?
Ini menjadi PR kita selaku gereja. Jadi bukan sekedar hanya menyalahkan mereka,
menyalahkan orang tua, menyalahkan majelis, menyalahkan pemerintah, atau
menyalahkan kemajuan jaman dan teknologi.Tidak ada yang salah dengan dunia ini.
Matahari tetap terbit dari Timur dan tenggelam di Barat seperti sedia kala.
Yang salah, kalau mau mencari siapa yang salah, ya semua kita yang harus
berbenah diri!
Bagaimana
peran pemerintah? Jangan serahkan mentah-mentah begitu saja kepada para orang
tua, majelis atau guru SHA atau pembina pemuda saja. Karena mereka juga adqalah
harapan nusa dan bangsa juga. Harapan kita bersama! Apa peran Menteri Pemuda
dan olah Raga dan jajarannya? Apakah cukup hanya mengurus soal sepak bola kita
yang terpuruk jadi tertawaan dunia? Buatlah juga sekiranya bentuk melalui mana
para pemuda kita terbina sejak generasi mudah hingga sungguh-sungguh jadi
mahkota harqapan bangsa. Tidak cukup hanya sekedar penyuluhan yang
sekali-sekali saja.
Lalu
bagaimana Anda para pemuda sendiri? Nah...nah..nah... Janganlah hanya
menyalahkan orang tua, gereja, atau menyalahkan apa saja. Perlu juga Anda
sebagai orang muda koreksi diri. Jangan hanya terbawa perasaan, merasa yang
harus serba diperhatikan dan dituruti kemauan! Anda tahu latar belakang Hari
Pemuda GKE (bagi Anda para pemuda GKE)?! Itu dicetuskan oleh para pemuda gereja
GKE tempoe doelo, sebagai bentuk atau wadah bukti kreativitas , sebagai pemuda
beriman, ambil bagian dalam keterlibatan mereka memberi warna gerejanya demi
kesinambungan masa depan dan kesaksian! Lalu Anda sebagai pemuda Gereja
sekarang? Atau lebih banyak bertanya “apa yang dapat gereja berikan untuk
saya?” Lalu bila dirasa gereja tidak memberikan apa-apa, jadi lari sani-lari
sana, cari gereja hanya untuk hiburan, gedebak-gedebuk drum pengiring nyanyian?
Oh...
Bila itu pertanyaannya, bila itu yang Anda lakukan, berarti Anda bukan tambah
lebih baik dan lebih maju dari para pemuda pendahulu Anda. Walau
intelektualitas anda jauh lebih mafan dari mereka! Kuasailah dirimu dalam
segala hal. Jadilah teladan dalam berbuat baik. (ay.7-8). Penguasaan diri, itu
kata kunci. Itu awal yang baik, untuk memilih yang baik, berpikir secara
jernih, dan bertindak hingga benar-benar jadi mahkota yang indah sesuai apa
yang diharapkan. Bukan menjadi sampah tak berguna yang ditenggelamkan oleh arus
jaman yang serba menawan, namun yang hanya berakhir ke kuburan. Bangkitlah
wahai pemuda. Lanjutkan dan buktikan kepada para pendahulumu, tanpa banyak
embel-embel picisan ini-itu. Buktikanbahwa engkau masih ada di mana orang
semakin menyepelekan Tuhan seperti di jaman ini. Dan buatlah Tuhan tetap
tersenyum di atas sana! Selamat hari Pemuda GKE. AMIN!
(Oleh: Pdt.Kristinus Unting, STh., M.Div (GKE))