ayangkan
saudara: “Dari telapak kakinya sampai ujung kepalanya tidak ada yang cacat padanya.”
(psl. 14:25-26). Oh, luar biasa! Dan bukan hanya itu saudara. Bukan hanya
kegantengannya, berbadan tegap, berwajah keras, tapi juga berwatak tegas!
Karakter yang luar biasa!
Tidak hanya itu, karena ia juga
memiliki semacam kemampuan mengambil simpatisan orang. Tentu saja karena sikap
keramahan dan kebijaksanaannya. Sebab bila tidak, mana mungkin ia bisa mencuri
hati banyak orang Israel menjadi pemuja dan pengikutnya! Mungkin Anda bertanya,
apakah Absalom seorang ahli politik juga? Oh saudara, janganlah kita meragukan
kemampuannya di bidang yang satu ini! Ia juga seorang yang pandai melihat
peluang dan kesempatan, juga memanfaatkan keadaan. Ya, begitulah biasanyanya
orang politik! Bayangkan saja bagaimana Absalom memperhatikan (dan sekaligus
memanfaatkan) situasi yang ada. Memanfaatkan persoalan-persoalan sosial rakyat
kecil. Ia mengambil kebijakan-kebijakan yang membantu dan menarik simpati
mereka.
Absalom, oh seorang sosok yang luar
biasa. Sosok yang sempurna, dari segala segi. Baik fisik ,sikap, dan
kemampuannya. Bahkan kekuatan politiknya. Segala rencananya seolah tak ada
rintangan untuk diraihnya. Musuh-musuhnya seolah berlutut di kakinya.
Bayangkan, bagaimana ia berani membakar ladang Yoab, panglima perang rajanya.
Bahkan Daud, sang raja (yang juga bapak kandungnya) sendiri pun lari
terbirit-biri ke tempat pengungsian melarikan diri.
Absalom, oh... begitu sempurna.
Begitu dikjaya! Ibarat perpaduan kegantengan Kenny G, keganasan Bronson atau
Jamens Bon. Juga dilengkapi kebijaksanaan semacam dokter Gillespie dalam filem
seri dokter Kildare! Karenanya tidak heran bila tive manusia sempurna semacam
Absalom juga punya ambisi yang luar biasa. Tidak tanggung-tanggung. Ingin jadi
penguasa. Ingin naik takhta. Ingin jadi raja. Salahkan? Salahkah bila manusia
atau kita punya ambisi? Bukankah Presiden pertama kita Bung Karno pernah
berujar: “Kejarlah cdita-citamu setinggi bintang di langit”?
Menyinggung masalah ambisi, saudara.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan yang namanya “ambisi”. Manusia yang tidak
punya ambisi sebenarnya adalah manusia yang tidak tahu apa tujuan hidupnya, apa
yang mau dicapainya. Ya, asal hidup! Ya pasrah apa adanya. Bisa jadi pasrah
menyerah tak sanggup menjalani hidup, lalu ingin cepat-cepat masuk ke pintu
kubur. Ambisi, bila hanya sebatas normal, ya baik saja. Yang juga sebenarnya
kita perlukan dalam hidup menghadapi berbagai rintangan hingga akhirnya
berkemenangan sampai ke cita-cita luhur yang diharapkan.
Ambisi, bisa juga menjadi bencana!
Kenapa? Nah, inilah persoalannya! Dan memang, banyak manusia terjerat dalam
lingkarannya! Juga bila tidak diwaspadai, keserakahan adalah saudara kembarnya!
Akibatnya menghalalkan segala cara, melakukan apa saja untuk meraihnya.
“Ambisi” lalu berobah menjadi “ambisius”. Ya embel-embel akhiran “us” di
belakang ambisi, ini yang banyak menjatuhkan orang.
Lihatlah Absalom dalam cerita nas
ini. Bahkan ia begitu tega mau menggulingkan takhta raja, Daud, ayah kandungnya
sendiri. Bukan dengan cara yang biasa. Tapi mau membantai semua, termasuk tega
akan membunuh sang raja dalam pertempuran di medan perang! Awalnya memang
terlihat hebat. Seolah tak ada kendala. Jalan secara luar biasa. Seolah Tuhan
sekali pun tak ada.
Oh... manusia yang tidak jarang
memiliki tive semacam Absalom! Wasdadalah! Jangan merasa punya kemampuan lalu
seenaknya berbuat apa saja terhadap sesama manusia, alam lingkungan. Wahai para
orang-orang muda yang sudah merasa mafan! Cantik atau tampan! Punya pendidikan
yang brilian dan merasa hidupmu lebih dalam segalanya dari yang lain.
Meremehkan manusia lain, orang tua sendiri mau dibinasakan bahkan Tuhan sekali
pun disepelekan! Waspadadalah!
Belajarlah dari akhir riwayat
Absalom yang mengenaskan. Ya, bukan kemenangan gemilang dalam peperangan.
Tetapi kalah dan mati dengan cara yang mengenaskan sekaligus memalukan. Betapa
tidak, sebab Alkitab mencatat bahwa bahwa kepalanya terangkut pada jalinan
dahan-dahan pohon tarbantin yang besar akibat bagal yang ditungganginya tak
dapat dikendalikan, dan tiga tikaman tombak Yoab tepat ke dada Absalom
menamatkan riwayat seorang muda Absalom yang sombong dan serakah (ay. 9, 14).
Lalu cara penguburannya?
Oh, cara penguburan seorang pembesar
yang tidak seharusnya. Bukan dengan penghormatan kebesaran! Tapi itulah yang
terjadi pada manusia serakah. Mayatnya hanya dilempar saja ke lobang yang besar
di hutan (ay.17). Oh, orang muda yang sempurna, seharusnya masa depan orang
tua, bangsa dan negara, tapi matinya sia-sia! Saudara, Itulah cara Tuhan
memberikan semacam ganjaran kepada manusia-manusia ambisius semacam Absalom.
Itu juga menyadarkan kita tentang cara Tuhan menghajar orang-orang yang durhaka
kepada orang tua setive Absalom! (ingat perintah ke-5 dari hukum taurat).
Semoga nas ini menjadi pembelajaran
buat kita semua! Bagaimana semestinya supaya hidup ini berharga dan mati tidak
tersia-sia. Ya, seharunya demikianlah indahnya harapan kita menjalani hidup dan
kembali ke pangkuan Bapa dalam damai sejahtera! AMIN!
Pdt.Kristinus Unting, M.Div (Facebook Pdt. Kristinus Unting, M.Div)
*Dapat dibaca di Koran Harian
TABENGAN, edisi hari ini hal. 02, Sabtu 31 Agustus 2013
Salam from Admin
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan/komentar selesai berkunjung di Renungan Pemuda Remaja Inspiratif ini.